Lepanews.com, Dobo (Kepulauan Aru),- Penanganan dugaan tindak pidana korupsi dana hibah KPU Aru Tahun 2021 Oleh Polres kepulauan Aru hampir memasuki babak akhir,polisi hanya tinggal menunggu saja audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menetapkan tersangka dalam kasus ini.
Kapolres Kepulauan Aru Dwi Bactiar Rivai,S.ik.MH kepada sejumlah wartawan menjelaskan,dari sejumlah pihak yang diagendakan untuk pemeriksaan,hanya tersisa 2 (dua) komisioner dan 1 (satu) kepala bagian.
“Kasus KPU Kami sementara masih melakukan proses dan kami sudah melakukan pemeriksaan ke pihak KPU Dan masih kurang 3 orang jadi dua komisioner dan satu kepala bagian ” terang Kapolres dalam pers konfrens yang digelar di Mapolres Aru Kamis (30/11/2022)
Menurutnya,BPK RI sendiri telah menyelesaikan audit investigasinya ke Aru,karena itu untuk menetapkan tersangka pihaknya masih menunggu hasil audit BPK.
“Pihak BPK RI sudah turun melakukan peneriksaan disini, dan hasilnya kita sambil menunggu hasil audit dari BPK RI ,Jadi moga dalam waktu dekat ini kita udah bisa tau hasil kerugian negara dan tentunya akan kita tindak lanjuti untuk penetapan tersangkanya kedepan ” ujar Kapolres.
Sebelumnya kasus dugaan penggelapan dan penyelewengan dana hibah pilkada Aru Tahun 2020 diadukan mantan anggota PPK Pulau-pulau Aru Irawaty Siahaan cs,aduan ini berkaitan tidak dibayarnya honor satu bulan PPK dan PPS. “terangnya.
Selain honor PPK dan PPS, Irawaty Siahaan mengaku pula jika dirinya juga mengadukan penggunaan beberapa item pos pembelanjaan yang realisasinya tidak sesuai RAB.”tandasnya.
“Laporan kami itu bukan masuk ke dalam honor penyelenggara adhock saja atau ” operasional, tetapi juga masuk di dalamnya yaitu seperti biaya biaya ATK ” kata Irawaty Siahaan kepada Wartawan di Dobo.
Lebih lanjut dalam penjelasan Irawaty ,Seperti yang terjadi KPU kab kep Aru selama ini hanya membayar operasional berupa ATK perbulannya kepada PPS sebesar 350000 selama 7 bulan, jumlah ini berbeda dengan yang terdapat dalam RAB sebesar Rp 750000/bulan.”Paparnya.
“Biaya-biaya ATK yang kami terima baru 7 bulan untuk PPS itu biayanya 750 ribu di RAB satu bulan, tetapi yang dibayarkan sesuai uang yang kami terima dan diserahkan ke PPS itu 350 ribu jadi kami gak tau sisanya 400 ribu itu ada dimana sedangkan yang bulan terakhirnya belum sama sekali termasuk dengan honornya (PPS) belum sama sekali ” ungkapnya.
Hal serupa juga terjadi pada PPK di 10 kecamatan sesuai dengan nilai yang tertera pada RAB sebesar Rp 1000.000 untuk biaya ATK,namun yang diterima hanya sebesar Rp 750000.” demikian juga PPK,kalau untuk PPK itu didalam RAB itu1 juta untuk 10 kecamatan, Dan ATK yang kami terima cuma 750 ribu berarti tentu ada pemotongan 250 ribu jadi selama 7 bulan yang kami terima itu hanya 750 ribu,gak tau 250 ribu kemana” ungkapnya” trus kemudian listrik sama sewa sewa Computer, Jadi tentunya ada indikasi dan kalau di kali kali ada sekitar 400 juta lebih tapi gak tau uangnya kemana ” lanjutnya.
Irawaty Siahaan terus membeberkan, bahwa ternyata ada pula beberapa item pembiayaan lain yang sama sekali mereka ridak terima sejak pentahapan dimulai hingga berakhir. “tandasnya
Selain kita punya ATK atau operasional kantor ada juga uang harian seperti uang penginapan,uang lumsum yang sama sekali dalam setiap tahapan itu kami tidak terima, dalam RAB itu ada,setiap kegiatan kan ada transportasi ada lumsumhya tetapi kami tidak perna terima,Dan hampir setiap tahapan tidak ada yang namanya lumsum, Dan tidak ada yang namanya uang penginapan, tidak ada yang namanya uang harian sementara, Tetapi anehnya di dalam ini ada, Besarannya berfariasi,uang lumsung 380 ribu,uang penginapan 300 ribu,kalau lumsum inikan kalikan per orang 300 ribu kali 10 kecamatan untuk PPK, Bahkan juga PPS tidak satupun yang kami terima untuk setiap tahapan,”akuinya.
Menurutnya jika dikalkulasikan seluruhnya sesuai dengan data yang la kantongi, Maka terdapat kurang lebih sekitar Rp 5 Miliar yang diindikasikan bermasalah.” Jadi banyak yang kami laporkan hampir kurang lebih 5 (lima) Miliar” bebernya.(**)