Lepanews.com, Namlea, INFO_PAS – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas III Namlea mengikuti Sosialisasi Teknis Pemasyarakatan (Sostekpas) yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Maluku, dan dihadiri langsung oleh Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), Pujo Harinto, Senin (22/08). Kegiatan yang melibatkan seluruh Kepala Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan (Ka.UPT) se-Maluku diikuti secara langsung oleh Ka.UPT di Pulau Ambon dan secara virtual oleh Ka.UPT diluar Pulau Ambon tak terkecuali Lapas Namlea.
Dalam sambutannya, Pujo Harinto mengatakan bahwa persoalan klasik yang dihadapi oleh Ditjenpas adalah persoalan over crowded di sejumlah Lapas/Rutan di Indonesia, setidaknya 29 dari 33 kantor wilayah mengalami kondisi over crowded. “Hasil riset Ditjenpas bersama dengan Center Detention Studies menunjukan bahwa jika tidak dilakukan langkah-langkah progresif penanganan over crowded melalui pengurangan jumlah narapidana yang masuk, maka prediksi over crowded pada tahun 2025 bisa mencapai 136%,” kata Pujo.
Menghadapi kondisi tersebut, menurutnya, Ditjenpas telah melakukan Langkah-langkah progresif, khususnya untuk mengurangi kepadatan hunian di Lapas, antara lain dengan mempercepat dan memberikan kemudahan layanan asimilasi dan integrasi narapidana seperti crash program Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas tahun 2019, maupun Asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan Covid-19 tahun 2020 sampai sekarang.
“Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah menggeser paradigma dalam perlakuan terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum dimana sejak pemberlakukan regulasi tersebut, perlakuan Anak dititikberatkan pada upaya restorasi terhadap kepentingan terbaik bagi Anak. Atas dasar keberhasilan penerapan keadilan restorative dalam penanganan perkara Anak maka model penyelesaian perkara Anak perlu diadopsi dalam penyelesaian perkara dewasa sehingga diharapkan pemberian alternative pemidanaan selain penjara niscaya dapat mengurangi kondisi overcrowded di Lapas/Rutan,” jelas mantan Kepala Divisi Pemasyarakatan Maluku tahun 2016 itu.
Sementara itu, Pelaksana Harian (Plh) Kepala Lapas Namlea, Tersih Victor Noya, mengaku sangat mendukung implementasi restorative justice bagi jajaran pemasyarakatan Maluku. “Ini merupakan langkah progresif dan trend penegakkan hukum yang kami inginkan juga bagi jajaran Pemasyarakatan Maluku guna mengurangi over crowded. Kami di Lapas Namlea saat ini sudah mengalami over kapasitas dan hampir crowded. Semoga melalui kegiatan ini ada upaya yang dilakukan oleh Kanwil Kemenkumham Maluku bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam penegakan hukum yang berkeadilan,” tambah Tersih.
Ia pun menambahkan bahwa semua perkara yang berimplikasi tindak pidana tidak harus selalu berakhir di Lapas. “Sepanjang perkara dapat diselesaikan lewat mediasi antara pelaku dan korban maka tujuan restorative justice dapat tercapai sehingga Lapas terhindar dari over crowded. Artinya, hukum pidana hendaknya dijadikan hanya sebagai upaya terakhir dalam hal penegakan hukum atau Ultimum Remedium”, pungkasnya.
*****