LEPANEWS.COM, Dobo (Kepulauan Aru), – Kementerian Badan Informasi Geospasial (BIG) bekerjasama komisi VII DPR-RI pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Aru guna menggelar sosialisasi tentang Pemanfaatan data untuk mitigasi di Kabupaten Kepulauan Aru.
Kegiatan yang dilaksanakan di Apex Hotel pada Rabu, (12/09/2024) itu di buka secara resmi oleh bupati kepulauan Aru dr Johan Gonga, yang dihadiri anggota komisi VII DPR-RI Merchy Cristy Barends ST, pimpinan OPD lingkup Pemkab Aru serta tamu undangan lainnya juga peserta sosialisasi.
Di sela-sela kegiatan itu, kepada wartawan Merchy mengatakan sosialisasi geospasial yang dilakukan itu bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat kecil terutama dalam menangani berbagai konflik sosial baik konflik menyangkut batas tanah antar desa, dusun bahkan antar kecamatan serta mata marga.
Selain itu lanjut Merchy,
informasi geospasial ini bisa dipakai sebagai dasar acuan untuk pola perencanaan dan pembangunan secara baik karena urusan-urusan yang berkaitan dengan hak ulayat masyarakat adat, kemudian urusan-urusan yang berkaitan dengan penggunaan tanah untuk kepentingan sosial kemasyarakatan dan pembangunan bisa berjalan dengan baik dan efektif.
“Badan informasi geospasial ini kita hadirkan sampai di Aru, karena ada begitu banyak konflik-konflik batas tanah antar Desa, Dusun antar Kecamatan dan lain-lain antar mata Marga dan seterusnya sehingga informasi geospasial ini bisa dipakai sebagai dasar acuan, untuk pola perencanaan dan pembangunan secara baik, Karena urusan-urusan yang berkaitan dengan hak ulayat masyarakat adat kemudian urusan-urusan yang berkaitan dengan penggunaan tanah untuk kepentingan sosial kemasyarakatan dan pembangunan bisa berjalan dengan baik dan efektif”.kata anggota DPR-RI dua periode itu.
Kehadiran Badan Informasi Geospasial di Kepulauan Aru, lanjut Merchy tentu membutuhkan kerjasama semua pihak agar berbagai persoalan yang terjadi dapat diselesaikan dengan baik .
“Tentu ini butuh kerjasama, butuh kerendahan hati dari semua pihak supaya masalah-masalah yang sementara berlangsung ini bisa diselesaikan dengan cara-cara mekanisme yang memang disediakan oleh negara apakah itu lewat penyelesaian dari sisi hukum esuai dengan undang-undang desa Nomor 6 yang telah memberikan pernyataan tegas tentang desa adat dengan seluruh aspek adatnya. Yang kedua adalah mekanisme-mekanisme hukum normatif, ini kan masyarakat adat di bawah punya banyak sekali persoalan
contoh kasus yang terjadi di desa Marafenfen kemarin, itu cukup berat berat sekali dua kali kalah sampai di Pengadilan Negeri Pengadilan tinggi bahkan berproses kemarin di Jakarta. Semua pihak kemarin di Jakarta kita bantu untuk ketemu dengan Menteri ATR BPN pada saat itu mereka akan berproses, tetapi dari sisi normatif hukum Kita enggak punya aturan main tentang Perda perlindungan masyarakat hukum adat” Ujarnya
Olehnya lanjut Merchy, selaku anggota DPR-RI, pihaknya bersama Pemerintah Daerah telah berupaya mendorong agar secepatnya diterbitkan Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Bupati (Perbup) tentang perlindungan hukum terhadap hak ulayat masyarakat adat.
“Pada waktu itu DPRD dan Pemda kita dorong habis-habisan semua komponen ikut mengambil bagian sehingga lahirlah sebuah Perda, itupun nggak bisa tinggal hanya sebagai Perda ini harus ada turunannya yaitu harus ada Peraturan Bupati atau harus ada keputusan Bupati apapun lah namanya untuk melanjutkan Perda perlindungan masyarakat hukum adat ini yaitu pengakuan terhadap masyarakat hukum adat harus diakui Negara. Satu persyaratan yang harus menjadi perhatian serius adalah pengakuan terhadap batas wilayah masyarakat hukum adat. Wilayah ini kan antar negara-negara ada kan banyak yang konflik gitu loh kalau kita menggunakan mekanisme dari badan informasi geospasial mereka cukup pakai satelit bagai pakai pencitraan dengan satelit mereka Langsung bisa menggunakan batas antar desa indikatif yang garis titik-titik untuk memastikan supaya dia tidak indikatif lagi batasnya sudah tuntas” Tandasnya.
Merchy mengungkapkan kehadiran BIG di Aru juga bertujuan agar masyarakat bisa tahu bahwa penyelesaian berbagai masalah tentang batas-batas wilayah masyarakat adat tentu ada mekanisme – mekanisme yang mestinya dilakukan.
“Hari ini kita hadir dalam forum seperti begini untuk Apa, tujuannya adalah supaya masyarakat tahu bahwa ada mekanisme yang harus mereka selesaikan duduk berembuk, membahas masalah-masalah batas antar wilayah antar desa. Setelah selesai bisa diserahkan ke pemerintah untuk diterbitkanlah satu keputusan bersama yang dinyatakan sebagai masyarakat hukum adat Negeri adat dan seterusnya kemudian batas-batas itu diserahkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melahirkan koordinat. Jadi begitu badan geospasial mengeluarkan peta tentang Kabupaten Kepulauan Aru, koordinatnya tidak lagi indikatif tapi sudah definitif ” Ungkapnya
Sementara lanjut Merchy, berbagai permasalahan telah diselesaikan dari sisi hukum administrasinya tentang batas-batas hak ulayat nya maka tentu pemerintah pusat sampai daerah bahkan investor tidak lagi terjadi kesalahpahaman karena semua telah ditetapkan dengan Perda maupun Perbub.
” Kalau itu sudah diselesaikan dari sisi hukum administrasinya maka pemerintah daerah dan semua pimpinan-pimpinan sampai di desa sudah tenang, tidak ribut lagi karena investor siapa mau datang sudah ada rambu-rambunya, yaitu Perdanya tentang penetapan batas Desa Negeri adatnya sudah ada. Jadi mau investasi ada pengembangan kawasan, informasi geospasial ini bisa melahirkan peta tematik untuk pengembangan kawasan strategi sesuai kebutuhan” Pungkasnya.
Dikatakan pula bahwa dengan adanya kehadiran Badan Informasi Geospasial (BIG) di Kabupaten Kepulauan Aru, juga dilakukan MoU antara Pemkab Aru dengan lembaga tersebut sehingga melahirkan sejumlah Peta Tematik agar dapat mendorong pembangunan di Kepulauan Aru demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah ini. Selain itu dengan peta Tematik, masyarakat bisa mengetahui bagaimana melindungi dan mengelolah hutan baik hutan produksi maupun hutan konservasi.
“Nanti sudah ada MoU (kerjasama) dengan Kabupaten Kepulauan arus dengan BIG nah kedepannya ini bisa lahir sejumlah peta tematik yang pada akhirnya bisa menolong pembangunan di Aru. Untuk itu saya tegaskan kalau hutan konservasi enggak boleh diapa-apain itu dia jadi hutan lindung sedangkan kalau hutan produksi bisa dipakai untuk kayu, bisa dipakai untuk mengolah hasil kebun dan lain-lain, bisa juga untuk pengembangan perumahan. Jadi dengan pengembangan kawasan strategis Desa, tentu semua Desa jadi terarah dalam perencanaan pembangunannya” Pungkasnya
Lebih lanjut dikatakan pula selain menangani masalah memberikan perlindungan hukum, kehadiran BIG juga melakukan mitigasi bencana alam yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan karena abrasi. Disisi lain BIG juga melakukan mitigasi bencana sosial terhadap orang akibat karena perebutan hak ulayat baik antar desa, dusun, Kecamatan bahkan berbagai aksi demonstrasi yang dilakukan masyarakat terhadap para investor yang datang dari luar daerah.
” Dengan adanya BIG, kita juga lakukan mitigasi bencana, entah bencana alam, sebab orang sering angkat pasir dan lain-lain sebagainya untuk menjaga lingkungan kita supaya tidak rusak. Tetapi di sisi yang lain juga terjadi hanya mitigasi bencana sosial orang ribut, parang tidak turun, tidak demo terus-menerus kalau ada investor datang, ini kan karena enggak ada rambu-rambu. Karena kita enggak kreatif tata ruang pembangunan kita mana Kawasan Industri mana kawasan untuk apa saja untuk pendidikan untuk kesehatan untuk pengembangan ekonomi perikanan.” Ujarnya
Merchy berharap dengan adanya sosialisas ini, peserta maupun semua pihak baik pemerintah daerah, para camat, lurah dan para kepala desa, para tokoh pemuda, tokoh agama, dan masyarakat, bisa menjadi agen informasi untuk memberdayakan sesama masyarakat hukum adat di daerah ini.
“Harapan terbesar saya adalah semua peserta yang hadir hari ini tanpa pemudanya, masyarakatnya, pihak pemerintah daerahnya bahkan Camat sampai kepala-kepala desa, kelurahan mereka bisa menjadi agen informasi untuk memberdayakan sesama masyarakat hukum adat. Kita tahu apa yang harus kita kerjakan untuk menjaga tata ruang wilayah kita. Yang kedua dengan BIG, karena MoUnya sudah dikerjakan diharapkan ke depan pemerintah bisa juga melanjutkan dengan bentuk-bentuk kerjasama pengembangan peta tematik yang lain sesuai dengan kebutuhan kita untuk pengembangan wilayah perikanan, pertanian di pulau-pulau kecil, ataukah untuk pengembangan pusat-pusat penyangga perekonomian yang bukan saja di Dobo, tetapi juga di pulau-pulau lain yang kita harapkan itu bisa Keluarlah dari peta tematik. ” Tutup srikandi Aru itu (*)